Rabu, 06 Januari 2010

Si Budi dan Si Ponijan

Kami adalah pengagum Si Budi dan Si Ponijan. Mereka berdua tampak hebat di mata kami. Pikiran, tenaga, dan perasaan habis terkuras untuk Budi dan Ponijan.
Muncul pandangan, bahwa Aku dan temanku itu tergolong dalam kaum inferior sementara Budi serta Ponijan sadalah kaum superior. Dalam otak kami, tercuat bahwa orang yang dikagumi disebut kaum Superior, dan orang yang mengagumi di sebut kaum Inferior.
Kami, si inferior tampak lebih bodoh, cemas, gelisah, tidak seimbang, tidak tenang, tidak fokus, cenderung mudah menangis, dan kadang-kadang ada ketakutan. Kaum inferior hanya memandang dari jauh. Sesekali kami menutup mata dengan kedua telapak tangan kami yang lentur, artinya telapak tangan tidak bisa benar2 menutup mata kami. Dalam ketakutan sesekali kami mengintip dengan menggeser jari-jari yang menghalangi bola mata.

Lalu kami memutuskan sesuatu. Kami membuat ‘sesuatu’ dengan semangat yang besar, untuk diberikan pada si Budi dan ponijan. Kami memikirkan tetang ‘sesuatu’ itu dengan sungguh2 dan perhitungan yang matang. Berbulan-bulan di persiapkan. Terus Menimbang-nimbang apa yang akan diberikan, kapan waktu nya, bagaimana caranya,dimana dan tetek bengek lainnya.
Dengan senang hati kami memberikan ‘sesuatu’ tersebut untuk si budi dan ponijan. Lalu mereka akan bilang begini,’wah, terimaksih sekali, kok malah repot-repot”.
kami tersipu-sipu malu menerima terimakasihnya, lari dengan girang dan sembunyi. Dari belakang tempat persembunyian, sambil terus mengintip si Budi dan ponijan itu.
Sementara kami mengintip, si Budi dan Ponijan melaju melanjutkan hidup mereka. Mereka berkembang dan berkarya dalam hidup mereka. Kami mengamati dan melihat mereka melakukan hidup. Kami ini adalah manusia hidup, yang melongo melihat orang lain melakukan hidup.
Sementara kami diam, aku berkata:
‘Aku tidak suka menjadi Inferior Sita. Kayak orang Bodoh begini. Aku ingin lepas dari kungkungan ini!’ teriakku dalam hati
‘bagaikan dua lingkaran. Ingin membentuk irisan antara dua lingkaran itu, tapi tak mampu Sari” jelasnya padaku.

Lalu kami menyadari bahwa kami bukan kaum inferior. Kami adalah kamu superior, yang memilih memberi dari pada sekedar menerima.
Terkahir, kami saling menyematkan diri, bahwa kami adalah pahlawan. Yang dengan rela hati menaggung rasa sakit dan rasa malu karena mencintai terlebih dahulu. Tidak enak rasanya. Tapi jalan ini sudah kami tempuh. Dan tidak akan pernah menyesal karena mencintai.

1 November 2009

1 komentar:

KHRISTINA A mengatakan...

ckckckckck...ternyata si Budi dan si Ponijan itu tentang cinta kalian?? sedemikian hebatkah mereka sampe kalian merasa begitu tidak berharga didepan mereka????

 
Powered by Blogger